Monday, December 10, 2012

Resensi Film Charlie Chaplin Modern Times "Penggambaran Modernisasi Milik Kaum Elit Pasca Industrialisasi"

Modern Times adalah salah satu film dari Charlie Chaplin yang diputar pada tahun 1936. Film ini dibuka dengan sebuah jam raksasa yang mengarah ke angka enam. Selanjutnya film ini memasukkan gambar segerombolan domba yang berdempet-dempetan, lalu dibandingkan dengan sekumpulan manusia yang akan berangkat bekerja. Film ini seakan ingin menggambarkan bagaimana manusia pada masa modernisasi saat itu bagaikan sekelompok domba yang hanya mengikuti kemauan tuannya, begitu juga manusia yang saat itu harus bekerja demi memenuhi kebutuhannya.
Modern Times berusaha memperlihatkan bagaimana modernisasi merubah manusia. Manusia dipaksa dan ditekan untuk terus berproduksi, bekerja tanpa henti untuk memperbanyak keuntungan dari perusahaan tempat mereka bekerja. Menurut saya film ini berusaha untuk menjelaskan bahwa manusia menjadi korban dari ambisi mereka tersendiri, karena sebenarnya modernisasi muncul dari manusia yang menginginkan kehidupan yang lebih dari sebelumnya.
Hal ini digambarkan ketika Chaplin diperintahkan untuk mencoba mesin makan siang yang diciptakan untuk meningkatkan produktifitas dan efisiensi kerja pegawai. Pada awalnya semua tampak sempurna dan bekerja dengan baik, tetapi akhirnya terjadi masalah dengan mesin. Kerusakan pada mesin menyebabkan Chaplin tidak bisa berbuat apa-apa, inilah pesan yang hendak disampaikan yaitu ketika modernisasi malah memperbudak kehidupan manusia.
Modernisasi disini sebenarnya tampak seperti permainan kaum elit saja, tekanan datang dari kaum elit yang berusaha untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Modernisasi memunculkan gejolak tersendiri pada masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengangguran dan pemecatan yang terjadi pasca modernisasi, aksi demo terjadi dimana-mana, serta kemiskinan yang menyebabkan banyak orang yang melakukan apapun demi memenuhi kebutuhan pokok mereka seperti makan.
Dalam film ini Chaplin mengalami berbagai masalah, seperti masuk ke rumah sakit jiwa karena tidak sanggup menghadapi berbagai tekanan di tempatnya bekerja sampai disangka sebagai seorang pemimpin demo hingga ia masuk ke penjara. Sebenarnya kegiatan demo yang dilankukan oleh masyarakat pada saat itu dianggap sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai kesejahteraan hidup mereka, setidaknya untuk memenuhi kebutuhan pokok.
Pada saat di penjara, Chaplin tampak lebih bahagia daripada ketika ia berada di luar. Hal tersebut dapat diartikan bahwa sebenarnya menjalankan kehidupan tanpa adanya sebuah proses modernisasi sangatlah menyenangkan untuknya, ketika ia berada di penjara tidak banyak tuntutan yang harus dipenuhinya, bahkan ia tidak perlu susah-susah mencari pekerjaan. Maka ketika masa hukuman Chaplin telah berakhir ia cenderung memaksakan diri untuk tetap berada di dalam penjara bahkan berusaha melakukan hal kriminal agar dapat kembali ke penjara. Peristiwa semacam ini digunakan untuk menggambarkan bagaimana sebenarnya keadaan seorang individu yang belum siap menghadapi sebuah proses modernisasi.
Penggambaran karakter Chaplin disini sangatlah menarik, ketika ia rela berkorban demi kebahagiaan orang yang ia cintai. Ia berusaha untuk mewujudkan impian wanita yang selalu ada bersamanya dengan melakukan berbagai pekerjaan. Walaupun pada kenyataannya sang tokoh wanitalah yang bisa memberikan rumah sebagai tempat mereka berlindung. Wanita tersebutlah yang pada akhirnya juga mencarikan pekerjaan untuk Chaplin yang saat itu memang sudah tidak tahu harus bekerja dimana setelah berulang kali dipenjara karena kekonyolannya.
Di akhir film ini tampak bahwa Chaplin harus meninggalkan pekerjaannya dengan sang wanita yang dicintainya, karena sang wanita yang memang memiliki banyak masalah akibat tertekan untuk memberikan makanan pada keluarganya hingga ia harus mencuri makanan di kapal. Segala hal harus mereka tinggalkan. Pada saat itu sang tokoh wanita menyerah dengan keadaan yang ada, namun Chaplin berusaha meyakinkan dengan mengatakan “Buck up-never say die. We’ll get a long!” seakan-akan berusaha menyampaikan bahwa apapun yang ada di depan kita, kita harus menghadapinya dengan semangat dan tidak pantang menyerah.
Menurut saya film bisu semacam ini sangatlah menarik, walaupun memang tidak seluruhnya bisu. Film semacam ini menarik karena membutuhkan kefokusan tersendiri untuk memahami isi film tersebut, dan dialog yang ada dalam film ini tidak seluruhnya berupa percakapan tapi lebih ketindakan yang mana menurut saya mampu menyampaikan makna yang lebih dalam. Film in Modern Times ini sendiri menurut saya sangatlah pandai dalam merangkum permasalahan modernisasi ke dalam komedi, walaupun memang banyak tindakan yang sedikit berlebihan seperti adegan dalam mesin yang memang terlihat sangat konyol. Namun perlu kita ketahui memang terkadang kita butuh sesuatu yang konyol sebagai hiburan. Tidak perlu terlalu kritis melihat hal-hal yang demikian.



No comments:

Post a Comment