Friday, March 29, 2013

Resensi Maundy Thursday: Mengantarkan Pesan Kehidupan tanpa Menggurui

Film Maundy Thursday atau Our Happy Time ini merupakan sebuah film yang diadaptasi dari buku dengan judul yang sama, Our Happy Time karya Gong Ji-young. Dalam film ini Song Hae-sung sebagai seorang sutradara berusaha untuk membuat film yang penuh dengan permainan emosi. Hal ini terlihat dari berbagai perilaku tokoh dan juga jalan cerita yang ada.
Film ini mengambil tema yang bersangkutan dengan keagamaan, bagaimana permasalahan kehidupan dilihat dari segi agama kristianiterlihat dari judul film ini sendiri, Maundy Thursday merupakan perayaan umat kristiani, jatuh pada hari kamis sebelum paskah bisa dikatakan sebagai hari suci umat kristiani.
Menceritakan dua individu yang memiliki kehidupan tragis, sama-sama berusaha untuk berjumpa dengan maut dan mengakhiri kehidupan mereka. Film ini tidak hanya berusaha menyajikan sebuah drama kehidupan tentang percintaan, tetapi juga tentang pembelajaran. Aspek-aspek yang ada dalam kehidupan seorang manusia. Manusia tidak bisa hidup sesuai dengan keinginannya sendiri, tetapi juga penuh pertimbangan memikirkan orang lain, tidak tertinggal pula peraturan tertulis yang mengikat manusia dalam menjalankan hidup, kekuasaan pemerintah.
Maundy Thursday menceritakan kisah hidup Yun-soo (Kang Dong-won), seorang tahanan yang menanti hari pengeksekusiaannya. Dia tidak percaya dengan agama pada saat itu, karena ia akan dihadapkan dengan hukuman mati seorang biarawati bernama Monica berusaha membujuknya untuk mempercayai keberadaan tuhan. Yun-soo menolak kebaikan dari Monica. Ia juga sangat membenci hari dimana Monica selalu mengunjunginya, Yun-soo juga meminta agar Monica tidak lagi datang menemuinya. Yun-soo sendiri beranggapan bahwa tidak ada lagi yang bisa ia lakukan saat ini sehingga kematian merupakan kunci dari segal pertanyaan yang ada diotaknya. “Alangkah baiknya jika kematian mendatangi saya hari ini” kalimat itu seolah tersirat dari tatapan Yun-soo ketika bertemu dengan Monica. Yun-soo juga digambarkan sebagai sosok penyendiri yang jarang bergabung dengan sesama narapidana, bahkan banyak yang takut mendekatinya karena ia merupakan terdakwa kasus pembunuhan.
Di sisi lain film ini menghadirkan sosok Yun-jung (Lee Na-young) seorang dosen yang juga merupakan mantan penyanyi yang terlahir dari keluarga yang kaya raya. Yun-jung telah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak tiga kali. Ia tidak lagi mempunyai keinginan untuk hidup. Ia sangat membenci ibunya, karena pengalaman masa remaja yang tidak pernah ia lupakan. Ditambah lagi dengan pandangan orang lain yang merasa kehidupan yang dirasakan oleh Yun-jung sangat nyaman dengan kekayaan yang ia miliki, padahal kebahagiaan sudah tidak lagi ia rasakan.
Pertemuan kedua tokoh utama bermula dari ajakan Monica, biarawati yang merupakan tantenya sendiri untuk membantunya menemui Yun-soo yang merupakan tahanan yang menanti hari pengeksekusiannya. Dapat dilihat bahwa sebenarnya Monica disini berusaha untuk memberikan perspektif lain tentang kematian dengan mempertemukan Yun-jung dengan Yun-soo.
Setelah melihat perilaku Yun-soo kepada Monica, Yun-jung memutuskan untuk tidak membantu Monica. Namun pada akhirnya Yun-jung mau menemui Yun-soo setiap minggunya di hari yang sama, yaitu hari Kamis. Mulanya Yun-jung hanya ingin sekedar membantu Monica dengan menemui Yun-soo, namun disinilah muncul suatu kenyamanan tersendiri dalam diri Yun-jung, ketika ia bertemu dengan Yun-soo ia bisa menjadi dirinya sendiri, menceritakan berbagai hal yang selama ini telah ia kubur dalam-dalam.
Salah satu adegan yang bisa dikatakan sebagai adegan penting adalah ketika Yun-soo menceritakan permasalahan hidup yang dialaminya sejak kecil. Ia harus berusaha keras untuk mencari makan karena ibunya sudah menikah dengan orang lain yang tidak menyukai keberadaan Yun-soo dan adiknya yang buta. Yun-soo yang pada awalnya tinggal di rumah singgah bersama adiknya memutuskan untuk pergi dari rumah singgah tersebut dan berusaha untuk mencari uang guna memenuhi kebutuhan hidupnya bersama sang adik.
Yun-soo dan adiknya yang buta harus mengamen meminta belas kasihan orang lain hanya sekedar untuk membeli makan. Keadaan bertambah sulit ketika Yun-soo melihat adiknya yang mudah sakit dan ia tidak memiliki cukup uang untuk membawanya ke rumah sakit. Suatu pagi Yun-soo membangunkan adiknya, namun yang dia lihat hanyalah mayat seorang anak yang pucat pasi. Dari situlah ia berkata pada Yun-jung bahwa seharusnya ia ikut dengan adiknya, sehingga apa yang terjadi saat ini tidak akan ia alami. Pada adegan ini Yun-jung menampakkan simpatinya pada Yun-soo, namun Yun-soo sangat membenci perilaku Yun-jung. Yun-soo menganggap orang-orang sepertinyalah yang harusnya tidak ada lagi di dunia. Mengumbar rasa kasihan tanpa tahu apa yang ia rasakan.
Sejak kejadian tersebut munculah kembali jarak di antara keduanya. Yun-jung akhirnya mendatangi Yun-soo dan menceritakan mengapa ia selalu mencoba untuk bunuh diri. Yun-soo  juga menceritakan rahasia yang telah ia simpan selama ini. menceritakan kejadian di balik hukuman mati yang harus ia jalani. Yun-soo sendiri terkejut ketika mendengarkan cerita dari Yun-jung, pertanyaan yang muncul ketika ia melihat Yun-jung, sosok wanita kaya namun ingin mengakhiri kehidupannyapun terjawab. Ia paham saat ini bahwa menjadi orang berkecukupanpun tidak akan menjamin kebahagiaan seseorang.  
Pada saat itulah Yun-soo dan Yun-jung mulai menemukan irama kehidupan yang baru. Perubahan irama kehidupan Yun-soo ditunjukkan dalam satu adegan ketika salah seorang pendeta membersihkan kaki Yun-soo dan ia berkata “Ketika ikan berubah menjadi manusia itu namanya sulap, namun ketika kita berubah menjadi orang yang berbeda itu baru yang disebut dengan keajaiban.” Saat itulah Yun-soo mulai membuka diri dengan melakukan ibadah sampai ia memutuskan untuk dibaptis. Ia juga mulai menghargai sisa hidup yang ia miliki, ia tidak lagi menjadi sosok yang dingin, ia mulai banyak berinteraksi dengan sesama tahanan.
Yun-jung juga mulai menata kembali kehidupannya, melakukan banyak hal yang selama ini telah ia lewatkan. Ia berkeliling dan memotret banyak tempat yang ia kunjungi, untuk menunjukkannya pada Yun-soo. Yun-jung yang juga telah mengetahui rahasia di balik kasus yang dialami oleh Yun-soo beusaha membujuk kakaknya yang juga ikut andil dalam kasus Yun-soo untuk mencegah hukuman mati yang akan diberikan pada Yun-soo, ia juga berusaha menemui teman Yun-soo agar menceritakan kejadian yang sebenarnya. Hal tersebut pada akhirnya sia-sia dan Yun-jung hanya bisa menemani Yun-soo sampai waktu pengeksekusiannya tiba. Sebagai balas budi atas kebaikan yang diberikan Yun-jung padanya, Yun-soo juga membuatkan sebuah kalung salib dan memberikannya pada Yun-jung dan juga Monica.  Selain itu Yun-soo juga menyimpan semua foto yang diberikan Yun-jung kepadanya, menyimpannya sebagai memori yang mengajarinya akan banyak hal.
Kisah cinta yang dihadirkan disini berbeda dengan banyak film drama lainnya. Film ini tidak mengisahkan manis, pahit, dan juga pemainan perasaan antara tokoh Yun-soo dan Yun-jung. Penonton dibiarkan untuk membaca bagaimana perasaan yang dimiliki oleh kedua tokoh utama. Tokoh Yun-jung dan Yun-soo saling membuka diri satu sama lain, menceritakan kisah tragis hidup mereka, menceritakan apa yang membuat mereka berakhir di titik yang mereka pijak saat ini. Keduanya telah menyadari perasaan itu, namun waktu yang mereka miliki juga tidak lagi banyak, hari pengeksekusian Yun-soo juga  semakin mendekat. Mereka sama-sama tidak tahu kapan mereka harus menghadapi perpisahan yang memang sudah ada di depan mata. Jelas sekali bahwa romantisme cerita cinta mereka tidak menjadi sorotan utama dalam jalan cerita yang tersusun dalam film  ini, karena film ini lebih banyak menceritakan bagaimana kedua tokoh utama menemukan perspektif baru dalam kehidupan mereka.
Dalam film Maundy Thusday ini penonton sendiri diminta untuk mempelajari sifat yang dimiliki masing-masing tokoh seiring dengan berjalannya waktu. Penonton diminta untuk melihat perubahan-perubahan yang dimiliki masing-masing tokoh yang ada dalam film ini. Kang Dong-won dan Lee Na-young mampu dengan baik menunjukkan tiap-tiap perubahan mimik yang ada pada tiap scene dalam berbagai keadaan. Permainan alur cerita dari film Maundy Thursday ini juga mampu memberikan arus tersendiri bagi penontonnya, bagaimana kejadian-kejadian masa lalu hadir dan mengubah sifat tokoh. Seolah-olah perubahan diri yang ada dalam tokoh sebenarnya tidak dikehendaki oleh tokoh itu sendiri.
Keluar dari konteks hubungan antara kedua tokoh utama, satu adegan lain yang penuh dengan makna adalah ketika Yun-soo dipertemukan dengan ibu dari korban pembunuhan yang telah ia lakukan. Kang Dong-won sebagai seorang aktor mampu memainkan emosi dengan sangat baik dalam adegan ini, ia mampu menunjukkan pada penonton bagaimana ia memainkan ekspresi antara rasa takut dan rasa bersalah serta kebingungan mendalam dengan sangat baik. Akting dari ibu korban juga cukup bagus dimainkan, ketika ia kebingungan dengan apa yang harus ia lakukan ketika bertemu dengan Yun-soo, rasa bersalah yang juga muncul ketika melihat sosok Yun-soo, dan juga rasa benci mendalam ketika melihat pembunuh yang menghabisi nyawa anaknya. Scene ini ingin bercerita tentang bagaimana seseorang harus rela memaafkan orang lain walaupun itu akan terasa sangat berat. Memaafkan orang lain akan mengangkat derajat manusia lebih tinggi lagi, menyimpan dendam hanya akan terus menambah luka dalam hati. Setidaknya itu inti dari scene tersebut.
    Film ini juga tidak melulu menyorot kehidupan penuh gejolak yang dimiliki Yun-soo dan Yun-jung, tetapi juga tokoh-tokoh pembantu yang juga menghidupkan jalan cerita dari film ini. seperi scene dimana para eksekutor menghadapi dilema hidup akan pekerjaan yang kini mereka jalani. Bagaimana banyak orang memandang mereka sebagai orang yang tidak berperasaan, atau sekedar rasa takut yang dihadapi oleh mereka ketika mengetahui senjata yang ia peganglah yang membunuh terpidana mati. Kesulitan untuk menghadapi tanggungan mereka, rasa tanggungjawab atas pekerjaan atau teriakan kecil di dalam hati mereka. Mana yang seharusnya didengarkan oleh mereka.
Bagian akhir dari film ini bisa dibilang cukup mengundang air mata. Yun-soo yang pada saat itu sedang menghabiskan makan siang bersama teman-teman satu tahanan dipanggil oleh petugas, dan pada saat itulah ia tahu bahwa waktunya telah tiba. Pada awal mendengarkan kabar tersebut Yun-soo sendiri merasa terkejut, karena kekhawatirannya tidak terjadi. Pada awalnya dia mengira bahwa ia akan menghadapi ketakutan yang berlebih ketika mendengarkan kabar pengeksekusian, tapi kenyataannya tidak banyak hal yang muncul dipikirannya. Ketakutan bukan muncul dengan sendirinya, tapi muncul dari dalam diri kita sendiri. Ketika kita menanamkan pada diri kita bahwa kematian merupakan hal yang mengerikan, pasti kekhawatiran dalam diri kita akan meningkat. Ketakutan akan kematian sebenarnya hanya menguras waktu, karena pada dasarnya setiap orang pasti akan dihadapkan dengan kematian, hanya saja Yun-soo berpendapat bahwa caranya menghadapi ajal tidak sesuai dengan yang digariskan, tapi ya sudah toh pada akhirnya setiap orang akan dihadapkan dengan kematian adalah inti dari scene ini.
Pembawaan tokoh Yun-soo ketika pertama diberi kabar dan ketika berjalan menuju ruang eksekusipun berubah. Bagaimanapun seorang manusia tidak ada yang mau mati dengan cara digantung seperti yang harus ia alami. Kang Dong-won memainkan ekspresi wajah dengan cukup maksimal disini. Kematian akhirnya datang, tinggal selangkah di depan mata. Bagian paling berkesan dalam film ini menurut saya sendiri adalah scene hukuman gantung yang dihadapi oleh Yun-soo. Dalam scene ini Yun-soo mengungkapkan segala hal yang ingin ia sampaikan pada orang-orang yang telah membantu dan ada untuknya, termasuk Yun-jung. Yun-soo pada awalnya tidak menyadari keberadaan Yun-jung sampai akhirnya seorang pendeta mendatanginya dan memberi tahu bahwa Yun-jung sedang menyaksikan dan mendengarkannya di ruang sebelah. Yun-soo kemudian menyampaikan segala hal yang ia simpan di dalam hatinya, termasuk perasaan yang dimilikinya untuk Yun-jung.
Scene ini bisa dikatakan juga sebagai bagian paling menyedihkan dalam film ini. Yun-soo yang wajahnya ditutup dan di gantungkan pada seuah tali tambang mulai ketakutan akan apa yang ada dihadapannya saat ini. dia tidak bisa melihat apa-apa hanya merasakan sebuah tali diikatkan dikepalanya. Dilema dari petugas eksekusipun kembali muncul disini, ketika Yun-soo harus sedikit menunggu petugas yang ketakutan, biimbang, dan tidak tega melakukan tugasnya, karena mengetahui perkembanga Yun-soo menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya.
Film ini berakhir sedih denga kematian dari tokoh utama Yun-soo. Menurut saya inilah tipikal film drama Korea yang banyak berakhir dengan air mata atau ­sad ending.  Pesan yang ingin disampaikan dalam film inipun cukup terwakilkan dengan baik, didukung dengan shot-shot yang memberikan efek dramatisasi tersendiri. film ini sendiri ingin mengatakan bahwa terkadang kehidupan kita itu tidak akan tertebak, kita tidak akan tahu ada rencana lain yang memang sudah dirancang sedemikian rupa tanpa kita ketahui. Kita hanya perlu menjalankan apa yang ada dihadapan kita. Ketakutan memang hal yang manusiawi, tetapi kita juga tetap harus memperkuat hati dan percaya ada rencana lain di depan kita.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, film ini sendiri membahas unsur-unsur kristiani yang ada dalam kehidupan penganutnya. Namun, unsur kristiani sendiri tidak banyak ditonjolkan sehingga tidak mempengaruhi pikiran penonton secara langsung. Pada intinya film ini memberi banyak pelajaran baik pada penontonnya tanpa berusaha menggurui, lebih kepada membimbing penonton dan membiarkan penonton mencari maknanya sendiri. Bagaimana penonton dapat mendefinisikan proses dan juga harapan dalam menjalani hidup tanpa perlu memunculkan sifat penyesalan dalam hati walaupun sifat tersebut pasti ada dalam hati tiap individu.
Sebenarnya film ini juga berusaha mengangkat permasalahan hukuman mati yang berlaku pada saat itu. Pesan ini ingin ditunjukkan pada penontonnya, namun sekali lagi tanpa adanya paksaan atau penekanan secara berlebihan. Sutradara berusaha menyuguhkan gambar yang dapat ditelaah lebih lanjut bagi penontonnya. Film ini benar-benar mampu menarik orang yang tidak terlalu tertarik dengan film bergenre drama untuk melihatnya karena penuh dengan aspek psikologi yang pasti dialami oleh tiap individu.
Pesan lain yang ingin disampaikan dalam film ini adalah bagaimana kita sebagai seorang manusia tidak hanya berpegangan pada satau perspektif. Ada kalanya kita perlu melihat kehidupan orang lain dan berkaca, apakah yang kita lakukan selama ini sudah benar atau memang masih perlu diperbaiki. Lihatlah dari berbagai sudut pandang, sehingga kita mempu mengembangkan diri menjadi lebih baik ke depannya.pada intinya bagaimana kita sebagai seorang individu mampu menghargai hidup yang kita jalani. 
Silahkan cek trailernya disini -> http://www.youtube.com/watch?v=zKvuuhm62BY

1 comment:

  1. Pas adegan yunsoo di usir sama ibunya kayak nya bukan karena ayah tirinya gak suka sama yunsoo. tapi karena ayah tirinya itu kelakuannya gak bagus (kek suka mukul)

    ReplyDelete