Wednesday, April 17, 2013

Pasca UTS

     Malam ini, seperti malam-malam biasanya di Jogja akhir-akhir ini. Panas. Entah mengapa udara terasa begitu lembab. Hari ini, tidak ada lagi suara hujan yang menemaniku, memecahkan keheningan malam. Mengantarkan tidurku yang kurang berkualitas ini. 
     Malam ini seperti malam biasanya, atau dini hari biasanya. Aku duduk di depan laptop, sambil melakukan banyak hal. bedanya malam ini aku tidak lagi harus mengerjakan tugas brengsek yang akupun tak tahu apa yang mesti kukerjakan dengan soal yang ada. Maklum, aku bukan manusia cerdas atau kritis lebih tepatnya yang mampu menuliskan berhalaman-halaman jawaban untuk soal take home yang kuterima. 
     Soal take home yang dua minggu lalu menjadi musuhku kini sudah hilang. Tak ada lagi bayang-bayang dosen di malam-malamku saat ini. Aku mungkin bukan tipe orang yang bisa dikejar waktu, takut tak tergarap. Malam ini aku lagi-lagi tidak bisa tidur, insomnia mungkin, entahlah aku tak tahu pasti. Ibu sering memperingatkan, jangan tidur malam. Gampang terserang penyakit katanya. Ya belakangan ini cukup terasalah, karena tidur berkualitas tak pernah kulakukan. Tapi mugkin ini hidup mahasiswa, tidur malam lembur tugas. 
Mungkin inilah yang bisa jadi kenangan besok. Selagi bisa menikmati, akan lebih baik lagi kalau aku rasakan saja. santai tanpa beban. Belum, mungkin. Siapa yang tahu apa yang terjadi besok?
     Inilah sepenggal tulisan tentang malam pasca UTS yang masih bisa dinikmati. Semoga hari-hari berikutnya akan terus santai atau bahkan lebih selo daripada ini. Ya apa salahnya berharap sedikit?

Monday, April 8, 2013

Mata-Mata di Sudut Cafe



Seperti hari-hari biasanya, aku hanya bisa memandanginya, lagi-lagi dari kejauhan. Wajahnya tampak lebih ceria dari hari terakhir aku melihatnya, ya baru kemarin aku melihatnya. Syukurlah, tidak lagi kutemukan awan mendung yang menghiasinya seperti hari-hari kemarin.
Hari ini dia mengganti pesanannya. Hari ini ia meminum secangkir Caramel Macchiato. Kemarin ia hanya meminum segelas ice Americano. Aku tahu apa arti dari setiap kopi yang ia pesan setiap hari. Setidaknya perasaannya, hanya terkaanku. Karena jujur saja aku belum pernah mengenal wanita itu. Ketika ia memesan iced americano itu berarti ia tidak sedang dikelilingi oleh hal-hal yang ia senangi, kebalikannya, ketika ia memesan secangkir Caramel Macchiato itu artinya ia sedang menikmati kehidupannya di hari itu.
Entah mengapa aku selalu menikmati setiap detik yang berlalu ketika ia menenggak minuman yang tersedia di depannya. Di meja yang dipenuhi oleh kertas-kertas yang menumpuk. Kulihat jarinya yang menari-nari menuliskan segala hal yang terpikirkan olehnya. Aku tahu ia adalah seorang penulis, kulihat itu dari cara berpakaiannya, cara berpikirnya ketika duduk terdiam sendiri di tempat yang sama, aku tahu segala hal tentangnya. Setidaknya itu yang terpikirkan olehku ketika melihat hal-hal yang ia lakukan.
Aku selalu menikmati tiap detik yang berlalu ketika aku melihatnya dibangku itu. Selalu, ya selalu. Suatu hari ia pernah datang ke Cafe ini. Hanya masuk sebentar dan keluar tiba-tiba. Aku kecewa melihatnya saat itu. Namun, setelah satu jam berlalu aku melihatnya kembali. Aku masih tidak mengerti apa yang terjadi saat itu. Beberapa kali aku melihatnya melakukan hal yang sama. Dan baru aku sadari bahwa wanita itu tidak pernah mau menggunakan bangku lain selain bangku yang terletak di ujung cafe, bangku yang menghadap ke jalan kecil di samping cafe ini.
Aku hanya bisa memandanginya dari jauh. Aku tahu begitu bodohnya aku melakukan hal ini selama lebih dari satu tahun. Aku baru pindah ke kota ini pada saat itu. Sama dengan umur dari cafe yang kubangun sedikit demi sedikit ini,  dan ketika aku melihatnya entah mengapa semua hal yang ada di sekitarku tampak berubah. Entah apa arti semua perasaan ini. Hal-hal yang membuatku lelah dan ragu saat mengambil keputusan untuk mengelola cafe ini dengan tanganku sendiri tiba-tiba sirna saat pertama kali aku melihatnya duduk dan tersenyum melihat cafe ini.