Film Maundy Thursday atau Our
Happy Time ini merupakan sebuah film yang diadaptasi dari buku dengan judul
yang sama, Our Happy Time karya Gong
Ji-young. Dalam film ini Song Hae-sung sebagai seorang sutradara berusaha untuk
membuat film yang penuh dengan permainan emosi. Hal ini terlihat dari berbagai
perilaku tokoh dan juga jalan cerita yang ada.
Film ini mengambil tema yang
bersangkutan dengan keagamaan, bagaimana permasalahan kehidupan dilihat dari
segi agama kristianiterlihat dari judul film ini sendiri, Maundy Thursday merupakan perayaan umat kristiani, jatuh pada hari
kamis sebelum paskah bisa dikatakan sebagai hari suci umat kristiani.
Menceritakan dua individu yang
memiliki kehidupan tragis, sama-sama berusaha untuk berjumpa dengan maut dan
mengakhiri kehidupan mereka. Film ini tidak hanya berusaha menyajikan sebuah
drama kehidupan tentang percintaan, tetapi juga tentang pembelajaran. Aspek-aspek
yang ada dalam kehidupan seorang manusia. Manusia tidak bisa hidup sesuai
dengan keinginannya sendiri, tetapi juga penuh pertimbangan memikirkan orang
lain, tidak tertinggal pula peraturan tertulis yang mengikat manusia dalam menjalankan
hidup, kekuasaan pemerintah.
Maundy
Thursday menceritakan kisah hidup Yun-soo (Kang Dong-won),
seorang tahanan yang menanti hari pengeksekusiaannya. Dia tidak percaya dengan
agama pada saat itu, karena ia akan dihadapkan dengan hukuman mati seorang
biarawati bernama Monica berusaha membujuknya untuk mempercayai keberadaan
tuhan. Yun-soo menolak kebaikan dari Monica. Ia juga sangat membenci hari
dimana Monica selalu mengunjunginya, Yun-soo juga meminta agar Monica tidak
lagi datang menemuinya. Yun-soo sendiri beranggapan bahwa tidak ada lagi yang
bisa ia lakukan saat ini sehingga kematian merupakan kunci dari segal
pertanyaan yang ada diotaknya. “Alangkah baiknya jika kematian mendatangi saya
hari ini” kalimat itu seolah tersirat dari tatapan Yun-soo ketika bertemu
dengan Monica. Yun-soo juga digambarkan sebagai sosok penyendiri yang jarang
bergabung dengan sesama narapidana, bahkan banyak yang takut mendekatinya
karena ia merupakan terdakwa kasus pembunuhan.
Di sisi lain film ini menghadirkan
sosok Yun-jung (Lee Na-young) seorang dosen yang juga merupakan mantan penyanyi
yang terlahir dari keluarga yang kaya raya. Yun-jung telah melakukan percobaan
bunuh diri sebanyak tiga kali. Ia tidak lagi mempunyai keinginan untuk hidup.
Ia sangat membenci ibunya, karena pengalaman masa remaja yang tidak pernah ia
lupakan. Ditambah lagi dengan pandangan orang lain yang merasa kehidupan yang
dirasakan oleh Yun-jung sangat nyaman dengan kekayaan yang ia miliki, padahal
kebahagiaan sudah tidak lagi ia rasakan.
Pertemuan kedua tokoh utama bermula
dari ajakan Monica, biarawati yang merupakan tantenya sendiri untuk membantunya
menemui Yun-soo yang merupakan tahanan yang menanti hari pengeksekusiannya. Dapat
dilihat bahwa sebenarnya Monica disini berusaha untuk memberikan perspektif
lain tentang kematian dengan mempertemukan Yun-jung dengan Yun-soo.
Setelah melihat perilaku Yun-soo
kepada Monica, Yun-jung memutuskan untuk tidak membantu Monica. Namun pada
akhirnya Yun-jung mau menemui Yun-soo setiap minggunya di hari yang sama, yaitu
hari Kamis. Mulanya Yun-jung hanya ingin sekedar membantu Monica dengan menemui
Yun-soo, namun disinilah muncul suatu kenyamanan tersendiri dalam diri Yun-jung,
ketika ia bertemu dengan Yun-soo ia bisa menjadi dirinya sendiri, menceritakan
berbagai hal yang selama ini telah ia kubur dalam-dalam.
Salah satu adegan yang bisa
dikatakan sebagai adegan penting adalah ketika Yun-soo menceritakan
permasalahan hidup yang dialaminya sejak kecil. Ia harus berusaha keras untuk
mencari makan karena ibunya sudah menikah dengan orang lain yang tidak menyukai
keberadaan Yun-soo dan adiknya yang buta. Yun-soo yang pada awalnya tinggal di
rumah singgah bersama adiknya memutuskan untuk pergi dari rumah singgah
tersebut dan berusaha untuk mencari uang guna memenuhi kebutuhan hidupnya
bersama sang adik.
Yun-soo dan adiknya yang buta harus
mengamen meminta belas kasihan orang lain hanya sekedar untuk membeli makan.
Keadaan bertambah sulit ketika Yun-soo melihat adiknya yang mudah sakit dan ia
tidak memiliki cukup uang untuk membawanya ke rumah sakit. Suatu pagi Yun-soo
membangunkan adiknya, namun yang dia lihat hanyalah mayat seorang anak yang
pucat pasi. Dari situlah ia berkata pada Yun-jung bahwa seharusnya ia ikut
dengan adiknya, sehingga apa yang terjadi saat ini tidak akan ia alami. Pada
adegan ini Yun-jung menampakkan simpatinya pada Yun-soo, namun Yun-soo sangat
membenci perilaku Yun-jung. Yun-soo menganggap orang-orang sepertinyalah yang
harusnya tidak ada lagi di dunia. Mengumbar rasa kasihan tanpa tahu apa yang ia
rasakan.
Sejak kejadian tersebut munculah
kembali jarak di antara keduanya. Yun-jung akhirnya mendatangi Yun-soo dan
menceritakan mengapa ia selalu mencoba untuk bunuh diri. Yun-soo juga menceritakan rahasia yang telah ia simpan
selama ini. menceritakan kejadian di balik hukuman mati yang harus ia jalani.
Yun-soo sendiri terkejut ketika mendengarkan cerita dari Yun-jung, pertanyaan
yang muncul ketika ia melihat Yun-jung, sosok wanita kaya namun ingin
mengakhiri kehidupannyapun terjawab. Ia paham saat ini bahwa menjadi orang
berkecukupanpun tidak akan menjamin kebahagiaan seseorang.
Pada saat itulah Yun-soo dan
Yun-jung mulai menemukan irama kehidupan yang baru. Perubahan irama kehidupan
Yun-soo ditunjukkan dalam satu adegan ketika salah seorang pendeta membersihkan
kaki Yun-soo dan ia berkata “Ketika ikan berubah menjadi manusia itu namanya
sulap, namun ketika kita berubah menjadi orang yang berbeda itu baru yang
disebut dengan keajaiban.” Saat itulah Yun-soo mulai membuka diri dengan
melakukan ibadah sampai ia memutuskan untuk dibaptis. Ia juga mulai menghargai
sisa hidup yang ia miliki, ia tidak lagi menjadi sosok yang dingin, ia mulai
banyak berinteraksi dengan sesama tahanan.
Yun-jung juga mulai menata kembali
kehidupannya, melakukan banyak hal yang selama ini telah ia lewatkan. Ia
berkeliling dan memotret banyak tempat yang ia kunjungi, untuk menunjukkannya
pada Yun-soo. Yun-jung yang juga telah mengetahui rahasia di balik kasus yang
dialami oleh Yun-soo beusaha membujuk kakaknya yang juga ikut andil dalam kasus
Yun-soo untuk mencegah hukuman mati yang akan diberikan pada Yun-soo, ia juga
berusaha menemui teman Yun-soo agar menceritakan kejadian yang sebenarnya. Hal
tersebut pada akhirnya sia-sia dan Yun-jung hanya bisa menemani Yun-soo sampai
waktu pengeksekusiannya tiba. Sebagai balas budi atas kebaikan yang diberikan
Yun-jung padanya, Yun-soo juga membuatkan sebuah kalung salib dan memberikannya
pada Yun-jung dan juga Monica. Selain
itu Yun-soo juga menyimpan semua foto yang diberikan Yun-jung kepadanya,
menyimpannya sebagai memori yang mengajarinya akan banyak hal.
Kisah cinta yang dihadirkan disini
berbeda dengan banyak film drama lainnya. Film ini tidak mengisahkan manis,
pahit, dan juga pemainan perasaan antara tokoh Yun-soo dan Yun-jung. Penonton
dibiarkan untuk membaca bagaimana perasaan yang dimiliki oleh kedua tokoh
utama. Tokoh Yun-jung dan Yun-soo saling membuka diri satu sama lain,
menceritakan kisah tragis hidup mereka, menceritakan apa yang membuat mereka
berakhir di titik yang mereka pijak saat ini. Keduanya telah menyadari perasaan
itu, namun waktu yang mereka miliki juga tidak lagi banyak, hari pengeksekusian
Yun-soo juga semakin mendekat. Mereka
sama-sama tidak tahu kapan mereka harus menghadapi perpisahan yang memang sudah
ada di depan mata. Jelas sekali bahwa romantisme cerita cinta mereka tidak
menjadi sorotan utama dalam jalan cerita yang tersusun dalam film ini, karena film ini lebih banyak
menceritakan bagaimana kedua tokoh utama menemukan perspektif baru dalam
kehidupan mereka.
Dalam film Maundy Thusday ini penonton sendiri diminta untuk mempelajari sifat
yang dimiliki masing-masing tokoh seiring dengan berjalannya waktu. Penonton
diminta untuk melihat perubahan-perubahan yang dimiliki masing-masing tokoh
yang ada dalam film ini. Kang Dong-won dan Lee Na-young mampu dengan baik
menunjukkan tiap-tiap perubahan mimik yang ada pada tiap scene dalam berbagai keadaan. Permainan alur cerita dari film Maundy Thursday ini juga mampu
memberikan arus tersendiri bagi penontonnya, bagaimana kejadian-kejadian masa
lalu hadir dan mengubah sifat tokoh. Seolah-olah perubahan diri yang ada dalam
tokoh sebenarnya tidak dikehendaki oleh tokoh itu sendiri.
Keluar dari konteks hubungan antara
kedua tokoh utama, satu adegan lain yang penuh dengan makna adalah ketika
Yun-soo dipertemukan dengan ibu dari korban pembunuhan yang telah ia lakukan.
Kang Dong-won sebagai seorang aktor mampu memainkan emosi dengan sangat baik
dalam adegan ini, ia mampu menunjukkan pada penonton bagaimana ia memainkan
ekspresi antara rasa takut dan rasa bersalah serta kebingungan mendalam dengan
sangat baik. Akting dari ibu korban juga cukup bagus dimainkan, ketika ia
kebingungan dengan apa yang harus ia lakukan ketika bertemu dengan Yun-soo,
rasa bersalah yang juga muncul ketika melihat sosok Yun-soo, dan juga rasa
benci mendalam ketika melihat pembunuh yang menghabisi nyawa anaknya. Scene ini ingin bercerita tentang
bagaimana seseorang harus rela memaafkan orang lain walaupun itu akan terasa
sangat berat. Memaafkan orang lain akan mengangkat derajat manusia lebih tinggi
lagi, menyimpan dendam hanya akan terus menambah luka dalam hati. Setidaknya
itu inti dari scene tersebut.
Film ini juga tidak melulu menyorot kehidupan penuh gejolak yang
dimiliki Yun-soo dan Yun-jung, tetapi juga tokoh-tokoh pembantu yang juga
menghidupkan jalan cerita dari film ini. seperi scene dimana para eksekutor menghadapi dilema hidup akan pekerjaan
yang kini mereka jalani. Bagaimana banyak orang memandang mereka sebagai orang
yang tidak berperasaan, atau sekedar rasa takut yang dihadapi oleh mereka
ketika mengetahui senjata yang ia peganglah yang membunuh terpidana mati. Kesulitan
untuk menghadapi tanggungan mereka, rasa tanggungjawab atas pekerjaan atau
teriakan kecil di dalam hati mereka. Mana yang seharusnya didengarkan oleh
mereka.
Bagian akhir dari film ini bisa
dibilang cukup mengundang air mata. Yun-soo yang pada saat itu sedang
menghabiskan makan siang bersama teman-teman satu tahanan dipanggil oleh
petugas, dan pada saat itulah ia tahu bahwa waktunya telah tiba. Pada awal
mendengarkan kabar tersebut Yun-soo sendiri merasa terkejut, karena
kekhawatirannya tidak terjadi. Pada awalnya dia mengira bahwa ia akan
menghadapi ketakutan yang berlebih ketika mendengarkan kabar pengeksekusian,
tapi kenyataannya tidak banyak hal yang muncul dipikirannya. Ketakutan bukan
muncul dengan sendirinya, tapi muncul dari dalam diri kita sendiri. Ketika kita
menanamkan pada diri kita bahwa kematian merupakan hal yang mengerikan, pasti
kekhawatiran dalam diri kita akan meningkat. Ketakutan akan kematian sebenarnya
hanya menguras waktu, karena pada dasarnya setiap orang pasti akan dihadapkan
dengan kematian, hanya saja Yun-soo berpendapat bahwa caranya menghadapi ajal
tidak sesuai dengan yang digariskan, tapi ya sudah toh pada akhirnya setiap
orang akan dihadapkan dengan kematian adalah inti dari scene ini.
Pembawaan tokoh Yun-soo ketika
pertama diberi kabar dan ketika berjalan menuju ruang eksekusipun berubah.
Bagaimanapun seorang manusia tidak ada yang mau mati dengan cara digantung
seperti yang harus ia alami. Kang Dong-won memainkan ekspresi wajah dengan
cukup maksimal disini. Kematian akhirnya datang, tinggal selangkah di depan
mata. Bagian paling berkesan dalam film ini menurut saya sendiri adalah scene hukuman gantung yang dihadapi oleh
Yun-soo. Dalam scene ini Yun-soo
mengungkapkan segala hal yang ingin ia sampaikan pada orang-orang yang telah
membantu dan ada untuknya, termasuk Yun-jung. Yun-soo pada awalnya tidak
menyadari keberadaan Yun-jung sampai akhirnya seorang pendeta mendatanginya dan
memberi tahu bahwa Yun-jung sedang menyaksikan dan mendengarkannya di ruang
sebelah. Yun-soo kemudian menyampaikan segala hal yang ia simpan di dalam
hatinya, termasuk perasaan yang dimilikinya untuk Yun-jung.
Scene
ini
bisa dikatakan juga sebagai bagian paling menyedihkan dalam film ini. Yun-soo
yang wajahnya ditutup dan di gantungkan pada seuah tali tambang mulai ketakutan
akan apa yang ada dihadapannya saat ini. dia tidak bisa melihat apa-apa hanya
merasakan sebuah tali diikatkan dikepalanya. Dilema dari petugas eksekusipun
kembali muncul disini, ketika Yun-soo harus sedikit menunggu petugas yang
ketakutan, biimbang, dan tidak tega melakukan tugasnya, karena mengetahui
perkembanga Yun-soo menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya.
Film ini berakhir sedih denga kematian
dari tokoh utama Yun-soo. Menurut saya inilah tipikal film drama Korea yang
banyak berakhir dengan air mata atau sad
ending. Pesan yang ingin disampaikan
dalam film inipun cukup terwakilkan dengan baik, didukung dengan shot-shot yang memberikan efek
dramatisasi tersendiri. film ini sendiri ingin mengatakan bahwa terkadang
kehidupan kita itu tidak akan tertebak, kita tidak akan tahu ada rencana lain
yang memang sudah dirancang sedemikian rupa tanpa kita ketahui. Kita hanya
perlu menjalankan apa yang ada dihadapan kita. Ketakutan memang hal yang
manusiawi, tetapi kita juga tetap harus memperkuat hati dan percaya ada rencana
lain di depan kita.
Seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya, film ini sendiri membahas unsur-unsur kristiani yang ada dalam kehidupan
penganutnya. Namun, unsur kristiani sendiri tidak banyak ditonjolkan sehingga
tidak mempengaruhi pikiran penonton secara langsung. Pada intinya film ini
memberi banyak pelajaran baik pada penontonnya tanpa berusaha menggurui, lebih
kepada membimbing penonton dan membiarkan penonton mencari maknanya sendiri. Bagaimana
penonton dapat mendefinisikan proses dan juga harapan dalam menjalani hidup
tanpa perlu memunculkan sifat penyesalan dalam hati walaupun sifat tersebut
pasti ada dalam hati tiap individu.
Sebenarnya film ini juga berusaha
mengangkat permasalahan hukuman mati yang berlaku pada saat itu. Pesan ini
ingin ditunjukkan pada penontonnya, namun sekali lagi tanpa adanya paksaan atau
penekanan secara berlebihan. Sutradara berusaha menyuguhkan gambar yang dapat
ditelaah lebih lanjut bagi penontonnya. Film ini benar-benar mampu menarik
orang yang tidak terlalu tertarik dengan film bergenre drama untuk melihatnya
karena penuh dengan aspek psikologi yang pasti dialami oleh tiap individu.
Pesan lain yang ingin disampaikan
dalam film ini adalah bagaimana kita sebagai seorang manusia tidak hanya
berpegangan pada satau perspektif. Ada kalanya kita perlu melihat kehidupan
orang lain dan berkaca, apakah yang kita lakukan selama ini sudah benar atau
memang masih perlu diperbaiki. Lihatlah dari berbagai sudut pandang, sehingga
kita mempu mengembangkan diri menjadi lebih baik ke depannya.pada intinya
bagaimana kita sebagai seorang individu mampu menghargai hidup yang kita
jalani.
Silahkan cek trailernya disini -> http://www.youtube.com/watch?v=zKvuuhm62BY